Tuesday, June 18, 2013

Pelangi Kembar

Tadi malam aku bermimpi melihat pelangi kembar diantara ladang tulip merah ini. Dalam mimpiku aku berusaha memotretnya tapi sama sekali tidak terlihat hasil fotonya. Seperti kisah musim semi lima tahun yang lalu, pelangi kembar melintas melewati kepala kita sehabis gerimis sore. "Abby, lihat pelanginya tepat diatas kepalamu." Begitu katamu sambil menunjuk warna-warna indah setengah lingkaran itu sambil menggenggam tangan kiriku. Aku tersenyum bergairah. "Kau tau? kata orang, pasangan yang menyaksikan pelangi kembar bersama tidak akan terpisahkan." Kau memadangku sambil tertawa "Baik. Kalau begitu, aku akan menyanderamu selamanya."

Seiring pelangi memudar dan gerimis mulai turun lagi, aroma rumput dan tulip menghantarkan sepasang langkah kaki kita yang berlari kecil berteduh disebuah gubuk diantara rumpun-rumpun tulip yang akan mekar besok pagi. Lalu setelah hari itu, aku sadar kalau aku tetap menjadi sandera di hatimu. Setiap musim semi kau pasti datang kembali ke ladang tulip ini membawa karangan bunga diatas batu nisanku. Kali ini kau datang bersama anak istrimu meletakkan serangkaian tulip putih. Pelangi kembar benar-benar nyata sore ini, hadir menemani kita lagi seperti sore itu, atau yang sebenarnya adalah pelangi kembar hadir menemani keluarga kecilmu.

"Terimakasih Ben, aku terjaga antara sadar dan tidak. Apakah aku masih bermimpi atau aku memang telah berada di awang-awang. Hari ini aku akan melepasmu setelah melihat senyum bayi perempuan cantik dengan rok ivory berenda dalam dipelukan istrimu. Aku yakin kau telah bahagia, kulihat cahaya cinta dimatamu memayungi bayi kecil yang juga bernama Abby. Ternyata akulah yang menyandera dirimu selama ini. Kali ini, aku akan melepasmu dengan tenang. Selamat berbahagia, Ben." 

Dan hujan pun turun membasahi rumpun tulip diantara bias matahari senja. 



-Kenangan Pelangi Kembar-
Jakarta, 14 June 2013
Syu

Tuesday, June 11, 2013

Juni

"Juni..." sekali lagi aku menoleh dan melihat senyum cerahmu. "Hati-hati..." Kau lambaikan tanganmu dalam cahaya matahari senja. Kau tampak berkilau terbias cahaya, terlebih saat kau menggenggeam tangan gadis manis berambut pirang di sisimu itu. Empat musim  aku lewatin sendiri sejak terakhir kali pertemuan kita di sore musim itu. Aku semakin mengerti, semua ini berhubungan dengan namaku. Juni tahun pertama, kita bertemu di kelas fotografi karena sama-sama menyukai alam. Juni tahun berikutnya, kita merayakan persahabatan kita di landscape bebatuan Canyonlands National Park, Utah. Kemudian Juni di tahun kedua, kita bergabung bersama klub pecinta fotografi mengarungi dataran Tibet dan saat itu semua warna hatiku selalu menjadi merah muda setiap kali kau tatap wajahku dan membantuku memasang lensa. Lalu Juni tahun ketiga, kau bilang padaku ada seorang gadis pirang manis yang bersedia menjadi foto modelmu. Saat itu aku tidak habis pikir kenapa kau tiba-tiba merubah acuan objek fotomu. Kau bahkan membatalkan rencana perjalanan kita ke Nepal hanya karena gadis itu. 

Ini adalah Juni kelima, aku masih sering tersenyum mengenangmu, mengenang tawa dan canda yang terisi dalam persahabatan kita selama empat tahun. Masih terbayang jelas Juni terakhir kita bertatap muka, kau mengunjungi liburan musim panasku di peternakan nenekku. Dan kau membawa serta gadis manis berambut pirang itu bersamamu. Sore itu di depan pagar kayu di samping pohon willow, kau mengungkapkan isi hatimu. "Juni, ini dia May yang sering kuceritakan padamu. Kita berencana menikah di akhir musim ini". Aku tersenyum tulus ikut berbahagia untukmu, walaupun terbesit rasa kecewa dan ada sebentuk rasa sakit hadir di ujung hatiku yang tak terungkap. Asal kau tahu saja, aku pernah menyimpan rasa cinta untukmu selama empat kali Juni.


Cerita tentang Juni : Gadis tomboy pecinta fotografi

-Syu-
Jakarta, 11 Juni 2013