Wednesday, May 1, 2013

Bram's Note; "About Sanny"

Sore itu hujan turun begitu saja dengan tiba-tiba. Aku terduduk di teras rumahmu sambil menghindari hempasan hujan yang turun semakin deras. Angin menderu memaksa rumpun-rumpun mawar kecil di dekat jendela bergoyang dengan keras. Bunganya yang masih kuncup menunduk-nunduk diterpa angin. Kak Yarlie yang mempersilahkan aku masuk. Suasana pekarangan rumahmu masih tertata rapi seperti dulu, saat aku masih rajin menemuimu. Pot-pot bunga kamboja jepang dan anggrek bulan milik mamamu masih tetap berbunga indah menyambut kedatanganku kali ini. Senyum wajahmu kembali terbayang dengan jelas di pelupuk mataku walaupun terakhir kali aku melihatmu tiga tahun yang lalu. Brownies keju dan coffee latte original yang disuguhi Kak Yarlie menemaniku menunggu hujan reda. Aku juga heran entah apa yang membawaku menginjakkan kaki kembali di teras ini. Entah ingatan tentang dirimu atau angin yang menuntunku kemari. Sudah seminggu aku pulang ke Bandung dan hari ini ingatan akan dirimu semakin kuat. 

"Sanny akan menikah minggu depan, Bram. Setelah itu ia akan pindah tinggal bersama suaminya di Bali. Jadi, rumah akan semakin sepi tinggal aku dan Ibu saja. Bagaimana kuliahmu? Gelar doktor sebentar lagi dong?" Percakapan Kak Yarlie mengenai dirimu membuatku tersentak dan menanggapinya dengan perasaan sedikit tidak rela. "Wahh selamat untuk Sanny yah kak, aku ikut berbahagia. Dan iya kuliahku hampir selesai bulan depan sidang Thesisnya".
"Maaf nih Bram kalau aku boleh tahu, kamu dan Sanny dulu begitu dekat aku rasa bukan hanya karna kepergianmu ke Jerman saja kan yang bikin kalian bubar?" Kak Yarlie menatapku dengan bola mata penuh selidik. Aku bernafas dalam dan akhirnya kejujuran terdalam hatiku harus kukeluarkan.
"Iyaa dulu aku memang bodoh Kak, sering tidak kusadari perasaan Sanny yang begitu peka. Tanpa sadar aku sering membandingkannya dengan mantan kekasihku yang terdahulu walaupun tanpa maksud buruk. Mungkin dengan perlahan aku menorehkan luka pada Sanny yang akhirnya semakin lebar dan bahkan sampai akhirnya tidak ada kenangan manis tentang kita yang sanggup ia kenang." Sekarang Coffee Latte yang kuminum ini terasa semakin pahit mengingat raut wajahmu saat terakhir kita berpisah.

"Hmm, dulu aku memang sering berpikir memang ada sesuatu diantara kalian. Syukurlah kalau kamu menyadarinya Bram, agar tidak terulang lagi dengan pasanganmu di kemudian hari. Memang manusia perlu waktu untuk menyadari kesalahannya juga meredam luka, yang penting sekarang masing-masing dari kalian memiliki jalan hidup yang baik...." Ucapan Kak Yarlie terpotong saat telefonnya berdering dan Lima menit kemudian ia tampak sangat bersemangat "Hey Bram, mau lihat foto pre-weddding Sanny? Barusan aku terima emailnya nih."

Aku pulang dengan langkah lebar, menghirup nafas dalam sambil menerima hempasan gerimis tipis di wajahku. Kak Yarlie menawariku payung, tapi kutolak dengan alasan sudah lama tidak merasakan gerimis indonesia yang disambutnya dengan tawa halus. Dengan penuh kelegaan aku sudah menyusun list rencana begitu aku menginjakkan kaki kembali ke Jerman. Aku akan mulai menata hidupku dan karirku dengan lebih terarah dan terlebih segera menggapai gelar doktorku. Kemudian aku akan memperlakukan Gilda dengan lebih baik lagi. Gadis Jerman yang manis teman kuliahku yang banyak memberikan perhatian untukku selama tiga tahun ini. 

Bayangan akan foto Sanny dengan gaun putih terlihat sempurna seperti putri-putri dalam cerita dongeng tulisannya jaman kuliah dulu. Raut wajah pasangannya tampak bahagia, memeluknya dari belakang dengan background garis pantai dan langit kemerahan. Aku mendoakan kebahagiaanmu San, semoga bahagia merajut mimpi bersama Dimas. Betulkan, itu kan namanya?

*) Bram's Note : A piece memory of his love story"
*) Tentang Bram: Menyelesaikan Kuliah Master dan Doktor di Jerman

(Author : Syu ming. Jakarta2012)

No comments:

Post a Comment